Baru semalam aku
menemui orang tuaku. Ku buka pintu terlihat ibuku sedang sendiri. Ke mana
bapakku, pikirku. Lalu ku berbincang-bincang bersama ibuku. Tak lama kemudian
bapakku muncul dengan mengenakan sebuah peci dengan perpaduan warna hitam dan hijau. Papa
dari mana ? tanyaku. Dari ngaji nak, nenek istri dari engkong J”” meninggal,
kata bapakku.
Innalillahi...
terakhir ku berkunjung dan silaturahmi ke rumahnya saat lebaran. Saat itu tak
terlihat kondisi sakit pada dirinya. Namun siapa tahu rahasia Illahi. Sang
nenek telah dipanggil oleh Rabbnya. Keluarga beliau dikenal sebagai sesepuh di
daerahnya sehingga banyak tetangga-tetangga yang sering berkunjung ke rumahnya.
Nenek engkong
sakit apa Pa, tanyaku. Memang sudah lama sakitnya, juga ditambah umurnya sudah
tua, cerita bapakku. Bapakku bercerita bahwa pamanku datang kemarin. Kemudian bapakku
meminta untuk mencarikan sebuah patung yang pernah dibuatnya di daerah Sumatra
Selatan. Lalu ku buka browser untuk mencarinya. Sudah ku coba cari-cari tapi
masih belum ketemu. Kemarin sama Om Hendra kok ada, kata bapakku.
Berbagai kata
kunci sudah ku coba namun tetap saja nihil hasilnya. Tak kunjung ketemu bapakku
berkata biar besok aja taran. Bapakku pun berpamitan untuk kembali ke rumah
engkong J. Keesokan harinya langsung ku buka laptop kemudian ku lepas SIM card
di hp, ku pasang di modem dan ku nyalakan modem. Dengan penuh penasaran, segera
ku buka browser dan ku panggil bapakku.
Pa, jadi nyari
patung yang semalam? tanyaku. Semalam sudah ku coba mencari dengan banyak kata kunci. Mulai
dari patung, monumen, monpera di Sumatra Selatan namun tetap saja belum ketemu.
Kali ini ku coba dengan kata kunci lain. Pertama-tama ku tanyakan ke bapakku detail
patungnya seperti apa. Bapakku pun mulai menjabarkan detail patungnya. Patungnya
memegang patung, taran. Lalu ku ketikkan kata kunci dengan menambahkan pedang
di kata kunci yang hendak ku cari.
Benar, akhirnya
ketemu juga patung yang kami cari dari semalam. Saat ketemu bapak mulai
bercerita mengenai patung yang dibuatnya. Foto ini merupakan monumen perjuangan
rakyat atau monpera yang pernah dibuat oleh bapak pada tahun 1983 di Ogan Ilir,
Sumatra Selatan.
Setelah 1 foto
kami temukan, kami mencari patung lainnya dengan bantuan embah google. Dengan
memadukan kata kunci akhirnya kami menemukan patung yang lainnya yaitu patung
perjuangan di Muara Batun. Terlihat
tepat di sebelah kanan ada sebuah gubug yang merupakan tempat tinggal bapakku
saat malang melintang di sana.
Saat mencari-cari
patung tersebut, kami juga menemukan sebuah jembatan yang menjadi tempat penuh
kenangan bagi bapak dan ibuku, jembatan Muara Batun namanya. Di jembatan ini
bapakku sering mandi di sungai yang tampak menyeramkan bagiku. Heran juga
kenapa bapakku berani mandi di sungai sebesar ini.
Satu per satu
kenangan terurai kembali. Sulit dibayangkan bagaimana bapakku di saat remaja
sudah malang melintang di ranah Sumatra dan bisa mendapatkan ibuku sebagai
pasangannya. Tahun 1983, di saat itu aku belum terlahir. Kini tahun 2016,
rasanya jauh berbeda & begitu asing dibandingkan dengan saat itu. Di saat usiaku sudah setua
ini, baru ku diceritakan oleh bapakku mengenai hasil karyanya. Ingin rasanya
aku pergi ke sana untuk menyaksikan secara langsung karya-karya bapakku yang
terlupakan.
MasyaAllah, luar biasa, kaka. Semoga si kaka taran bisa berkunjung ke sana...
ReplyDeletePenasaran ama ceritanya. Hehe
Amin.. smoga bisa sgera ke sana.. ^_^
Deletewihh keren bapaknya Mas Tran
ReplyDeleteAlhamdulillah mas Ian..
Delete