Hendak akan menuju Jakarta hari ini jadi teringat waktu itu
tepat di hari dan suasana pagi yang sama, aku teringat akan kejadian lucu
sekaligus menegangkan. Dari kota hujan aku berangkat, baru menginjak jalan raya kota
Depok baru jalan raya sudah dipadati oleh kendaraan. Dari kecepatan
yang standar sekitar 50 Km/jam, kini motor yang ku kendarai menjadi ndut-ndutan
karena beramai-ramai berbaur dalam kemacetan bersama kendaraan-kendaraan lainnya.
Hari Senin merupakan hari yang merupakan puncak-puncaknya
kemacetan dibandingkan hari-hari kerja lainnya. Puncak kemacetan antara jam ½ 7
pagi hingga jam 9 pagi. Ini dikarenakan
banyaknya orang-orang yang akan bekerja dan sekolah. Dengan perlahan ku
kendarai motorku. Luar biasa padatnya waktu itu. Beberapa menit terjebak di
macetnya jalan itu, akhirnya ada jalan ke kiri. Lalu ku belok ke kiri, akhirnya
aku pun terbebas dari kemacetan.
Saat mengendarai motor, aku lupa mengenakan hal yang penting
saat berkendara yaitu masker. Memang sempat terpikir untuk segera mengenakan
masker saat terjebak dalam kemacetan. Namun karena begitu padatnya jalan saat
itu, minggir gak bisa akhirnya aku jalan terus saja. Barulah setelah menemui
tikungan jalan, aku segera belok ke jalan itu.
Melewati rel kereta lalu ku berhenti di sebuah perempatan
bertepatan dengan lampu merah. Di perempatan ini bisa dikatakan perempatan yang
rawan. Rawan akan kecelakaan karena perempatan yang tak beraturan. Di persimpangan
inilah biasa ada beberapa polisi untuk mengatur lalu lintas jalan.
Menunggu beberapa saat, lampu hijau pun menyala. Aku pun
jalan lagi, menepi dan segera mengenakan masker. Di saat itu aku menepi di
sebuah ruko yang belum buka. Di tempat itu ada seorang berpakaian kumal dan
lusuh. Ku kira orang itu masih waras meskipun tinggal di jalanan. Saat akan
mengenakan masker barulah ku sadar orang itu bukan orang waras.
Orang yang berpakaian kumal ini meminta uang kepadaku. Aku dipalak
olehnya. Ia meminta uang sebesar 5 ribu. Namun karena ku cari-cari, gak ku
temukan uang 5 ribu lalu ku berinya uang 2 ribu. Usianya masih muda. Masih ada
tenaga untuk bekerja namun namun usia mudanya disia-siakan olehnya.
Setelah ku berinya uang, ia berkata dengan penuh emosi
sambil menunjuk ke arah belakangku. Ia berkata kira-kira begini, pukul dia ,
bunuh dia. Duhh, masih muda udah gak waras, kebanyakan minum apa obat ya ini
orang, pikirku. Mungkin hidupnya sebelumnya penuh dengan kebebasan dan
kebrutalan, makanya hidupnya seperti itu saat ini, pikirku. Ahh, itu cuma
mungkin aja.
Dasar wong sableng, heheh.. pikirku. Dengan santainya aku
mengenakan masker setelah memberinya uang. Nampaknya ia menjadi lebih tenang
setelah ku beri uang. Entah buat apa uangnya. Kemudian aku pun melanjutkan
perjalanan. Sampai hari ini tiap melewati jalanan itu aku suka tertawa sendiri membayangkan kocaknya
wong sableng itu.
Dih mas tran, bukan kocak menurutku itu mengerikan..... Untung ga diapa2in.
ReplyDeleteiya k Ci, alhamdulillah aman-aman aja..
Deleteaku plg takut klo jumpa wong sableng. haha
ReplyDeletehahaha,, mudah2an gak ketemu wong sableng kaya aku ka Cici ..
DeleteCerita ini membuat rasa traumaku kmbali.gara2 wong sableng minta duit pke nodongin pisau. Buat girapan bgt kejadian itu
ReplyDeleteK Dewi pernah ditodong pisau ?? ngeri skali ..
Delete