Langgar Tempaku Mengaji Tak Lagi Seperti Dulu

Lebaran tahun ini aku bersyukur masih diberikan kesempatan untuk berkunjung ke musholla tempatku mengaji dulu. Memang sudah lama ingin sekali aku menengok musholla yang biasa kami sebut dengan sebutan "langgar". Aku bersama teman-teman sekolah serta saudara-saudaraku biasa bertemu di langgar ini. Aku besar di sebuah desa di kota Kudus, Jawa Tengah. Kota yang dikenal sebagai kota kretek menyimpan banyak kenangan dalam hati ini. Sampai kini aku merasa menyesal karena tidak begitu rajin mengaji. Saat itu aku lebih suka menonton tv daripada mengaji. Kini ku sadar bahwa banyaknya ilmu di dunia sekalipun menjadi ahli, tidaklah begitu berguna di hari akhir nanti. Bukannya tidak berguna, melainkan ilmu agama yang lebih diutamakan dibandingkan ilmu dunia.


Sebelum berangkat ke langgar, kami biasanya main bola dulu di lapangan bola dekat sekolah kami. Kalau gak main di lapangan bola dekat sekolah, kami main di sebuah halaman tempat menjemur gabah atau disebut dengan nama "selepan". Main bola menjadi mainan favorit kami. Saat sore tiba, kami beramai-ramai berlarian untuk bermain bola. Meskipun hujan, kami tetap masih bermain. Maka saat hujan turun, aku selalu terkenang saat hujan-hujanan bersama teman-temanku. Meskipun kami begitu asik main bola, kami juga ingat waktu. Sebelum maghrib tiba, kami bergegas pulang kembali ke rumah.

Perasaan rinduku terobati setelah aku menginjakkan kaki di langgar yang ku rindukan ini. Di tempat ini juga aku bertemu dengan sahabat-sahabatku termasuk seorang guru ngaji yang dengan tulus ikhlas mengajar ngaji tanpa digaji. Selepas menunaikan sholat jamaah di langgar ini, aku bertemu dengan salah seorang guru ngaji yang masih muda, mas Agus namanya. Ia lebih tua dariku namun belum menikah sampai sekarang. Upss, aku juga belum menikah ding. Hihi... Di pertemuan itu, ia mengajakku main ke rumahnya. Kebetulan rumahnya di sebelah musholla. Sebetulnya aku ingin langsung pamitan. Namun ia memintaku untuk mampir, akhirnya aku bersedia.

Tiba di rumahnya, aku duduk lesehan di atas sebuah tikar khas desa dengan banyak sajian makanan kesukaan anak-anak. Melihat banyaknya makanan kesukaanku dulu masih terisi hampir penuh membuatku heran dan bertanya. "Mengapa anak sekarang kok gak seperti aku dulu?". Dulu aku bersama teman-temanku rela berjalan jauh halal bihalal untuk mengantongi banyak jajan. Upss,, ketahuan lagi nih. Sampai sekarang aku masih suka yang manis-manis termasuk permen. Lebaran menjadi moment yang begitu indah dan rezeki yang membahagiakan bagiku dan teman-temanku. Meskipun tidak mengenal penghuni rumah yang kami datangi, kami senang karena bisa mencicipi jajanan yang disuguhkan.

Selain itu ada yang lebih mengherankan bagiku. Selepas sholat maghrib, ku amati langgar tidak seramai dulu. Perihal ini ku tanyakan pada mas Agus. Aku menanyakan hal ini dengan bahasa jawa pada mas Agus. Dari dulu sampai sekarang mas Agus masih lembut. Pembawaannya santai, santun dan bijak. Menanggapi pertanyaanku, ia menjawab dengan sederhana. Begini jawabannya dalam bahasa Indonesia,"bocah-bocah sekarang lebih suka facebookan". Aku mengerti yang dimaksudkannya. Bocah-bocah kekinian lebih senang bermain-main di dunia maya. Mereka seakan-akan tak bisa lepas dari gadget. Mereka lebih senang menghabiskan waktu bersama gadget dibandingkan mengisi waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat. Ini tak lepas dari peran orang tua yang mengarahkan hidupnya ke arah yang lebih baik.

Teringat waktu itu di langgar ini aku duduk bersimpuh di atas lantai mengantri untuk mengaji. Tak lupa aku bersama teman-temanku membawa penunjuk atau potongan lidi untuk menunjuk setiap huruf dan ayat Al Quran. Tak jarang juga kami mematahkan sebagian sapu lidi punya langgar untuk digunakan sebagai penunjuk. Mengingat kejadian ini, jadi makin merasa berdosa diri ini. Masih terasa bagaimana rasanya deg-degan ketika akan menghadap guru ngaji. Kini belum lagi ku jumpai wajah-wajah para guru ngaji yang tulus ikhlas mengajari kami. Dulu kami meramaikan langgar ini untuk mengaji bersama. Tapi kini berbeda. Langgar tempatku mengaji tak lagi seperti dulu. Kini sepi, kegiatan mengaji sudah tak ada lagi. Aku berharap kegiatan mengaji selepas sholat maghrib, hidup kembali. Ketika lebaran tahun depan tiba, akan ku sempatkan kembali mengunjungi langgar ini dengan perasaan rindu dan bahagia.


Mau terus dapat informasi terbaru dari aku ? Subscribe Blog Ini yahh.. :

8 Responses to "Langgar Tempaku Mengaji Tak Lagi Seperti Dulu"

  1. Kenangan selalu bersama kemanapun kita pergi. Semoga musholla kecil itu ramai lagi ya..

    ReplyDelete
  2. Selepan, langgar, penunjuk potongan lidi... Samaan euy

    ReplyDelete
  3. Gejala ini terjadi dmn"...yrus gmn langkah kita

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini tak lepas dari orang tua yang mengarahkan ka,, mmg banyak orang tua skarang yg mengabaikan ilmu agama , jadi prihatin..

      Delete