Waktu itu tepatnya tahun 2009, aku mengenalnya. Aku diperkenalkan oleh nenekku yang kini telah tiada. Rasanya baru kemarin momen-momen itu terjadi. Waktu begitu cepat berlalu meninggalkan masa-masa itu. Saat itu ia masih kuliah di UI. Aku suka kaosnya yang berwarna kuning yang bertuliskan "The Yellow Jacket". Tatapan mata seorang mahasiswi UI ini tajam. Pandagannya idealis dan gerakannya cukup energik. Ketika menjelang skripsi, aku diminta olehnya untuk memeriksa berkas-berkas tugasnya. Ya walaupun hanya untuk memeriksa ejaan kata, namun tenagaku masih dibutuhkan olehnya.
Sebelum kuliah di kampus top tersebut, ia kuliah di IPB dimana jenjangnya adalah D3. Ia adalah saudara yang cukup jauh. Jauh apabila dilihat dari silsilah keluarga kami. Ia berdarah Sumatra meskipun ia telah pindah-pindah tempat tinggal di banyak kota Nusantara. Ini karena orang tuanya yang merupakan pegawai Pertamina yang dinasnya berpindah-pindah dari kota ke kota yang lain dalam waktu tertentu. Ia bukan hanya pernah tinggal di pulau Jawa saja, melainkan dari Sumatra hingga Papua.
Saat pertama kali mengenalnya, ada rasa minder saat ngobrol dengannya. Ia memang dikenal sebagai orang yang low profile dan sederhana sekali baik dari sikap dan penampilannya. Ia juga wanita yang cerdas. Semenjak di bangku sekolah hingga kuliah ia mendapat beasiswa. Ia juga cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan di sekolahnya. Iadalah anak bungsu dari 3 anak seorang pensiunan Pertamina. Ia juga satu-satunya anak wanita yang masih gadis. Mengapa aku berani berkata demikian? Aku pernah tinggal di rumahnya yang cukup besar untuk menampung diriku dan keluarga besarnya. Aku kenal betul dengan dirinya. Aku disediakan kamar khusus di rumahnya. Meskipun demikian, ada rasa enggan untuk tinggal di rumahnya. Keputusan ini tentu saja bukan dari dirinya melainkan dari orang tuanya. Aku pun tak tahu pasti pertimbangan-pertimbangan apa yang membuat mereka menganggapku sebagai salah satu anggota keluarganya.Sampai kini meskipun aku yang cukup lama bekerja di Jakarta, mereka masih menerimaku dengan baik.
Aku memanggil dirinya dengan panggilan “kakak”. Ia 3 tahun lebih tua dariku. Commuter line menjadi moda transportasi favorit baginya. Ia pernah berkata, selama perjalanan di kereta ia seringkali memanfaatkan waktu senggangnya dengan “merem” di dalam kereta. Saat itu keadaan commuter line jauh beda dengan sekarang. Saat itu naik kereta jurusan Jakarta Bogor masih terasa begitu lega. Ditambah dengan adanya kereta kelas ekonomi, menjadikan kereta commuter line tak terlalu sesak seperti sekarang.
bersambung...
kisah nyata ini mas?
ReplyDeletekisah nyata ka'..
Delete